Jakarta – Pasangan selebriti muda berbakat Indonesia, Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon, diumumkan sebagai pemeran utama dalam film fiksi ilmiah internasional terbaru berjudul “Chrono: Jakarta Paradox”, sebuah proyek kolaborasi Indonesia–Korea Selatan–Kanada yang digadang-gadang sebagai film sci-fi paling ambisius yang pernah dibuat di Asia Tenggara.
Film ini diproduksi oleh rumah produksi multinasional Eastmoon Studios, dengan dukungan dari CJ Entertainment Korea, dan telah mendapat pendanaan dari UNESCO Asia Culture Fund karena nilai budaya dan inovasi teknologinya.
Sinopsis: Waktu, Realitas, dan Identitas yang Retak
“Chrono: Jakarta Paradox” mengangkat kisah Jakarta di tahun 2085, kota yang terpecah oleh dimensi waktu akibat eksperimen teknologi kuantum yang gagal. Angga memerankan Raka, seorang ilmuwan muda yang kehilangan keluarganya dalam peristiwa retakan waktu. Shenina berperan sebagai Aluna, jurnalis imersif dari masa depan yang terjebak di masa kini.
Keduanya harus bekerja sama untuk menyatukan kembali “kepingan realitas” dan menghadapi organisasi rahasia yang ingin mempertahankan kekacauan dimensi demi menguasai waktu.
Film ini menggabungkan unsur time loop, distopia, kecerdasan buatan, dan budaya urban Nusantara, menjadikannya tidak hanya aksi sci-fi futuristik, tetapi juga refleksi filosofis tentang identitas dan sejarah Indonesia dalam pusaran teknologi.
Syuting Internasional dan Visual Efek Canggih
Proses syuting dimulai awal Juli 2025 dan akan berlangsung di tiga negara:
-
Indonesia (Jakarta, Bandung, dan Candi Ijo – Sleman): latar kota lama dan pusat dimensi
-
Korea Selatan (Busan dan Jeju): laboratorium kuantum dan kota cermin
-
Kanada (Vancouver): markas organisasi waktu dan teknologi CGI
Tim efek visual berasal dari Framestore Studios, yang pernah menggarap film Interstellar, Gravity, dan The Midnight Sky. Seluruh film akan menggunakan format immersive 4DX dan IMAX, serta mendukung penayangan interaktif dengan pilihan akhir cerita berbeda untuk platform digital.
Angga dan Shenina: Chemistry, Dedikasi, dan Aksi Nyata
Angga Yunanda menjalani pelatihan fisik intensif dan kursus teknologi kuantum dasar untuk memahami karakter ilmuwannya. Shenina, yang sebelumnya bermain dalam Penyalin Cahaya, belajar jurnalistik masa depan dan voice over AI untuk adegan digitalisasi suara.
“Kami ingin membuktikan bahwa aktor Indonesia bisa memerankan tokoh kompleks dengan emosi kuat dalam genre yang belum banyak disentuh di Tanah Air,” kata Angga dalam wawancara eksklusif dengan Variety Asia.
Dukungan Pemerintah dan Reaksi Dunia Perfilman
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Badan Ekonomi Kreatif Indonesia menyatakan dukungan penuh pada proyek ini, dengan menyebutnya sebagai kebangkitan perfilman Indonesia menuju panggung global teknologi tinggi.
“Chrono” juga masuk dalam daftar 10 film yang dipilih untuk diputar perdana dalam Toronto International Film Festival (TIFF) 2026, serta telah dijual ke streaming rights global oleh Netflix dan Amazon Prime Video.
Penonton dan Media Menanti
Trailer pertama yang dirilis pada 15 Juli telah ditonton lebih dari 7 juta kali dalam dua hari di YouTube dan TikTok. Banyak penggemar menyebut gaya film ini memadukan nuansa Tenet, Dark, dan The Matrix versi Asia Tenggara.
Tagar #ChronoJakartaParadox, #AnggaSheninaSciFi, dan #FilmIndonesiaFuturistik viral di berbagai platform sosial, termasuk di forum internasional seperti Reddit, Discord komunitas sci-fi, dan Twitter Korea.
Penutup
Dengan “Chrono: Jakarta Paradox”, Indonesia tidak hanya unjuk gigi dalam dunia hiburan internasional, tetapi juga menandai era baru film lokal yang berani bermain di level global secara visual dan naratif. Angga dan Shenina membuktikan bahwa aktor Indonesia mampu membawa karakter futuristik yang emosional dan visioner ke layar lebar dunia.
Film ini adalah bukti bahwa masa depan industri kreatif Indonesia bukan sekadar mimpi—tetapi telah mulai menembus batas ruang dan waktu.